Selasa, 27 Januari 2009

Andai kumampu mencintai REVOLUSI

Seandainya aku mampu mencintai revolusi maka akan kunikahi revolusi
Revolusi bagiku adalah sebuah frase yang terlalu banyak dikoarkan
Hingga terlalu indah dipraktekan
Ia ada di benak para pemikir, para petinggi, pada manusia yang mengazamkan dirinya revolter yang lagi kerepaotan mencari kader
Ia terkungkung pada wacana diskusi yang berbunga kontroversi disana sini.
Hingga revolusi bersama menjadi kian tak jelas
Warna revolusi adalah warna pelangi
Warna yang kasat mata mengaburkan spektrum sesungguhnya
Maka revolusi bagiku adalah sebatas muntahan kemumetan akan realitas yang tak kunjung retas.
Realitas yang semakin bebal akan solusi yang terus ditawarkan para manusia yang mengaku revolter itu.
Cibiran adalah bunga penghargaan bagi kami, revolter jalanan.kala itu kubangga sekali, hingga bunga yang tak kalah anyir dari bunga bangkai itupun kucium taklim.
Maka seandainya ku mampu mencintai revolusi akan kupeluk dan tak kan kulepaskan hingga kematian memisahkan kami.
Karena bukankah aku dan revolusi ibarat dua sejoli yang tak terpisahkan mati. Karena jiwa dan ruh kami menyatu hingga hari penghabisan itu tiba. Karena akulah revolter jalanan yang menyusuri gelapnya perjalanan.
Sayangnya, lama-lama kujenuh dengannya hingga kembali ke baris dua tulisanku, sebuah kalimat kejam kutuliskan dengan geram.
Revolusi adalah hanya sebuah frase yang banyak dikorkan tanpa kucoba terjemahkan bagi mereka yang ingin melahapnya dengan sangat.
Semangatku adalah semangat pragmatis yang membuahkan apatis atas reaksi kemumetanku melihat realitas yang begitu bebal untuk direkonstruksi......
Hingga semuanya menjadi bebal bagiku
Maka aku memutuskan bercerai dengan revolusi, sesuatu yang belum tentu sanggup untuk kunikahi. Sesuatu yang menjadi tandinganku
Karena telah ada seorang pangeran yang lebih memilih menikahi revolusi dibanding perempuan yang belum cocok bersanding dengannya...that’s me?
Bukan...lantas bukan karena cemburu..
Hanya saja revolusi yang kukenal semakin abu-abu. Membuatku terlampau miris meneriakkannya lantang.
Beginikah wajah abu-abu revolusi yang gigih kupegang?
Lalu Mengapa aku akan bagaimana?sebuah pertanyaan mengapa dan bagaimana adalah penggantinya dikala kurindu, untuk terus kuingat dan kurasa arti kestagnanan, kondisi yang kupilih karena......
Ternyata kugagal mencintai revolusi...


Halah....re, ngapain sih loe..
Ke laut ajalah??tak ada revolusi berarti permulaan sekaratul maut bagi jiwa seorang revolter......
Seperti dirimu? Ah benarkah??yang bener aja loe....

Tidak ada komentar: