Jumat, 21 November 2008

Detik Pencerahan

Detik Pencerahan (memoar seorang saya)

Detik-detik kegilaan…

Yah, saya merasa waras kok! Saya berteriak berteriak berkali-kali , meyakinkan klo diri saya waras. Buktinya saya masih bisa mengindra kemudian memikirkan siapa saya dan lagi dimana. Tapi lagi-lagi saya tidak puas, saya tetap merasa GILA!perasaan macam apa ini?!Sialan!umpat saya berkali-kali sambil memelototi sebuah wajah di depan cermin yang semakin lama tak semakin terlihat ayu, memuakkan malah. Wajah seorang looser!tangan saya mengelus wajah saya yang mirip perbukitan terjal. Aduw!!tak sengaja salah satu gunung merapi di wajah saya tercakar,perih!lalu sayapun tersenyum simpul, yah ini rasanya perih, berarti saya masih bisa merasa, Hore!saya waras, saya masih waras!! Teriak saya diiringi wajah-wajah bengong teman2. Lalu merekapun acuh sambil mengucap “Gila loe re teriak 2!nggak waras loe!”, mendadak kepedean dan kebanggaan yang terbangun runtuh seketika, berarti saya masih gila??

Klimaks….

Mengapa mereka menyebutku gila?saya menceracau di dekat kali sambil mancing, Plung!kail pancing terjatuh dengan kasar. Saya tak tahan lagi!suara saya terdengar serak basahnya pingkan mambo, Baiklah saya akan akhiri semua ini. Tiba-tiba warna air kali yang tadinya mirip warna tai kebo berubah warna, menjadi biru berkilauan, aroma segar menyeruak menembus syaraf otak yang tak terkendali. Apakah ini jawabnya! Lalu sebuah badan terjun bebas ke kali, tak bergerak ,mengambang pergi terbawa arus…..

Plak!!ah ternyata cuman mimpi. Keringat dingin mengucur ringan dari ubun-ubun, meleleri wajah seorang saya. Naudzubillah! Bunuh diri?bukankah itu tadi mimpi seorang apatis yang bunuh diri? Dan tokohnya saya sendiri?bulu kuduk saya tiba-tiba meremang, badan saya menggigil. Semoga Allah senantiasa melindungi hambaNya dari kegilaan dan kebodohan diri. Fenomena bunuh diri, suatu langkah pengecut, meski banyak diminati orang apatis yang mentok solusi,Sampai disini, saya tidak akan langsung menyalahkan setan, karena memang tugas setan adalah menggoda anak adam, maka wajarlah, tapi pilihan untuk melakukan atau tak melakukan suatu kebejatan adalah masih dalam ranah kemampuan saya memilih.

Saya pernah mengalami kegalauan yang sangat, kegalauan yang menjelma menjadi ketakutan. Saya merasa tidak ada yang bisa menolong saya. Hanya satu yang masih berusaha saya percaya. Tuhan. Ya, hanya Dia. Karena permasalahan yang terjadi adalah langsung antara saya dan Tuhan. Permasalahan yang baru saya sadari , perang keimanan dalam akal saya. Ini adalah sebuah perang yang saya takuti. Karena solusi yang didapat akan menentukan pemaknaan hidup , saya tak mau menjadi mumi hidup. Tidak God!tolong, Please! Saya meratap pada sesuatu kekuatan yang saya sendiri mulai ragu. Ya!Saya pernah ragu pada eksistensi Tuhan! Ironisnya, itu terjadi ketika saya sudah mulai mengkaji islam secara intensif (katakanlah saya lagi menyandang plat aktivis dakwah). Entah bermula dari apa, saya mulai muak dengan keteraturan hidup , apiknya lagi itu ditunjang dengan kekecewaan saya melihat orang alim munafik.Hueek!! Saya merasa memasuki sebuah lubang orang-orang bersih, dan saya harus bersih, padahal kotoran di baju saya susah untuk dihilangkan. Saya mulai apatis. Apakah ini yang namanya perubahan? Apakah benar saya berubah karena kesadaran ataukah karbitan. Lama setelah pertanyaan itu muncul, hari-hari menjadi sebuah rutinitas bagi saya, dan saya berusaha mencintai alur rutin hidup ini…

Terus terang saya mulai mengkaji dan mulai terlibat di suatu kelompok dakwah karena ajakan kakak saya, dan apa salahnya untuk dicoba, toh waktu itu tak ada gerakan yang patut dipercaya, yah, saya pernah sangat kecewa dengan sebuah gerakan. Tapi bukan itu lagi masalahnya. Toh ternyata sebenarnya tak perlu dipersalahkan, sebuah khilafiah yg alamiah. Dalam kehampaan jiwa, saya mulai bertanya,mempertanyakan segala sesuatu yang menggelitik pikiran saya. Kebiasaan lama saya kambuh, membaca banyak novel dan komik, tapi itu tak mengahpus rasa hampa di jiwa. Yah, saya tahu seharusnya membuka kitab suci, tapi selalu urung saya lakukan. Mungkin hati saya telah mati. Lalu saya mulai berkenalan dengan filsafat. Saya mulai tertarik dengan bahasan filsafat, saya mulai melahap beberapa buku filsafat mulai dari yang kiri sampai berbau islami. Lama-lama bacaan novel filsafat, buku-buku kiri mengalahkan ketertarikan saya mengkaji Islam itu sendiri. Tak terasa saya semakin larut, apalagi ditunjang dengan kuliah filsafat dengan tenthor yang keren dalam memaparkan. Lalu pertanyaan mendasar itu terngiang lagi, pertanyaan Apakah benar ada Tuhan di balik segala yang saya lihat?lalu Tuhan seperti apa?dunia seperti apa?bagaimana sebuah idealisme diperjuangkan?pemkanaan dan penyikapan toleransi keberagaman pemikiran?

Jika dulu saya langsung terdoktrin menyalahkan filsafat sebagai penghambat kebangkitan, lama-lama saya mulai menyelami dan mencoba memahami filsafat itu sendiri. Lalu sampai pada sebuah kesimpulan. Tak ada yang salah dengan filsafat, Barat dapat keluar dari dark age karena jasa para pemikir, para filsuf juga, filsuf yang mendobrak kemapanan berpikir gereja, hingga masayrakat tercerahkan. Maka muncullah kapitalisme sebagai sebuah bentuk perlawanan. Lalu……

Ah saya tak perlu menceritakan semua masa dark age pemikiran saya. Memang benar saya pernah jenuh, bukan pada kajian keislaman yang saya ikuti, tapi jenuh pada kelembaman berpikir dan perilaku saya sendiri. Saya tak menyadari bahwa kesombongan saya dimulai ketia saya mulai masuk ke sebuah gerakan. Saya merasa superior. Langsung menjustifikasi pemikiran yang berlawanan bahkan langsung menyalahkan sesuatu pemahaman yang memang boleh ada perbedaan. Sampai disitulah kekakuan berpikir saya mulai terbangun. Lalu kejenuhan dimulai, karena saya adalah seorang pecundang nomor wahid dari banyak orang yang saya perolok sendiri. Saya meyakini sesuatu tanpa kesadaran, meyakini tanpa berbuat, terlalu banyak mencari kambing hitam atas kelembaman perjuangan yang saya azamkan. Lalu apa gunanya sebuah ideologi bagi diri saya? Ketika saya tak merasa memilikinya? Sampai disini saya berpikir. Dari awal saya sudah tahu bahwa keimanan haruslah diraih dengan berpikir yang cemerlang, maka keyakinan itu akan terpatri. Sebelum sholat, kita harus meyakini dulu kebenaran Islam, keyakinan terhadap keberadaan Allah yang menurunkan Alquran sebagai sumber hukum kehidupan. Tapi dasar manusia, jarang berpikir dan mengkaji lebih jauh, makanya gampang futurnya. Langsung merasa menemukan ketenangan setelah sekilas membaca tulisan Nietczhe, langsung merasa mendapat pencerahan setelah membaca tulisannya Marx, langsung terkagum dengan perjuangan gerilya seorang Che Guevara. Tapi ada ibroh juga, Kesadaran berpikir akan tumbuh ketika kau sering bertanya dan mencari jawabnya, lakukanlah banyak diskusi jika perlu, bertanyalah pada yang ahli, jangan langsung merasa cepat puas atas perubahan yang tlah dilakukan, adalah kunci untuk kebangkitan diri. Percayalah re, Allah menciptakan potensi pada kita bukan untuk menjadi bumerang bagi kita, hanya saja manusia sering menuhankannya hingga lupa pada Tuhan yang sebenarnya.

Kutak ingin Tuhan, Malaikat maut menjumpaiku dalam keadaan tangan hamapa tanpa perjuangan menegakkan dienMu ya Rob…

Semoga Kau memaafkanku Ya Allah, memaafkan kebangsatan yang pernah kulakukan

Gerakan adalah dimana dirimu bergerak untuk membumikan pemikiranmu, mempropagandakan pada setiap orang yang ada disekitarmu dengan kesadaran dan cinta karenaNYa bukan himbauan dari atasan atau semangat kebersamaan saja, tapi dari dirimu, karena ruh ideologi tak kan pernah mati selama denyut nadi masih terasa,

Tidak ada komentar: